Pengendalian Sosial

Kompetensi Dasar :
Indikator :

  1. Mendeskripsikan pengertian pengendalian sosial
  2. Menjelaskan sifat dan cara pengendalian sosial
  3. Mengidentifikasi fungsi lembaga-lembaga pengendalian

Materi

Pembukaan

Melihat maraknya perilaku menyimpang dalam kehidupan masyarakat bagaimana perasaan anda?
Apakah anda merasa aman dan nyaman, merasakan ketentraman dan ketertiban?
Jika jawaban anda tidak, apa yang harus dilakukan untuk menanganinya?
Bagaimana melakukan pengendalian sosial terhadap penyimpangan tersebut ?
Adakah lembaga yang diberi wewenang untuk menangani hal tersebut?

Pengertian Pengendalian Sosial

Banyaknya perilaku menyimpang yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat seperti perampokan disertai pembunuhan, tawuran pelajar yang mengakibatkan hilangnya nyawa, korupsi sampai pornografi menimbulkan keresahan-keresahan, rasa tidak aman dan tidak nyaman bagi masyarakat khususnya yang terkena akibat perilaku menyimpang tersebut. Apa yang bisa diperbuat masyarakat untuk mengatasi hal itu?

Untuk mengatasi perilaku menyimpang, masyarakat harus melakukan pengendalian sosial atau kontrol sosial terhadap anggota masyarakat agar menaati nilai dan norma yang berlaku sehingga tidak terjadi penyimpangan sosial. Pengendalian sosial dilakukan dengan mengacu pada nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, sehingga siapapun yang melakukan pengendalian sosial memiliki standar ukuran yang sama. Kesamaan ini diperlukan agar tidak terjadi perbedaan cara pengendalian, sehingga kesewenang-wenangan atau main hakim sendiri bisa dihindari. Oleh karena itu harus ada lembaga sosial tertentu yang diberi tugas menjalankan pengendalian sosial di masyarakat, di antaranya adalah lembaga kepolisian, pengadilan, adat dan tokoh masyarakat.

Sebelum membahas lebih jauh mengenai lembaga pengendalian sosial tersebut tentu perlu terlebih dahulu diketahui apakah yang dimaksud dengan pengendalian sosial tersebut? Pada dasarnya pengertian pengendalian sosial adalah mekanisme untuk mengarahkan anggota masyarakat melaksanakan nilai dan norma sosial yang berlaku, sehingga tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan dan berupaya mengurangi maupun menghilangkan penyimpangan-penyimpangan telah terjadi di masyarakat.

Beberapa ahli sosiologi mengemukakan pengertian pengendalian sosial sebagai berikut, menurut Peter L. Berger pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang. Sedangkan menurut Roucek pengendalian sosial adalah istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana dimana individu dianjurkan, dibujuk atau pun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup suatu kelompok. Ahli sosiologi lain yaitu Bruce J. Cohen mengatakan pengendalian sosial adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat luas

Pada dasarnya pengendalian sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  • merupakan cara atau teknik tertentu yang digunakan terhadap masyarakat
  • bertujuan mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan yang terjadi di masyarakat
  • dapat dilakukan oleh kelompok terhadap kelompok lain atau dilakukan oleh kelompok untuk individu lain ataupun dari individu yang mewakili nilai-nilai kelompok terhadap individu lain
  • berlangsung dua arah walaupun terkadang tidak disadari oleh kedua pihak

Jika pengendalian sosial dijalankan secara efektif maka perilaku individu diharapkan dapat selaras dengan perilaku sosial yang diinginkan masyarakat, yaitu perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat tersebut. Pengendalian sosial dapat berjalan sempurna jika lembaga sosial yang diberi kewenangan melakukan fungsinya dengan baik sehingga terjadilah ketentraman dan keteraturan sosial. Jika tidak maka masyarakat akan melakukan tindakan main hakim sendiri untuk menangani perilaku menyimpang yang terjadi.

Sifat dan Cara Pengendalian Sosial

Pengendalian sosial yang bertujuan mencapai keserasian antara perilaku anggota masyarakat dengan nilai dan norma yang berlaku dimasyarakat jika dilihat dari sifat pengendalian sosial dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

  1. Pengendalian Sosial Preventif adalah upaya pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadi perilaku menyimpang. Merupakan usaha mencegah terjadinya perilaku menyimpang. Upaya pengendalian ini dapat dilakukan melalui sosialisasi, pendidikan, penyuluhan atau nasehat agar tidak melakukan perilaku menyimpang. Contohnya Seorang ibu menasehati anaknya yang hendak berangkat ke sekolah agar berlaku jujur, tidak mencontek saat ulangan. Ibu menasehati anak agar tidak mencontek, merupakan upaya mencegah anak melakukan perilaku menyimpang mencontek saat ulangan. 

  2. Pengendalian Sosial Represif adalah upaya pengendalian sosial yang dilakukan setelah terjadi penyimpangan. Merupakan usaha memulihkan, mengembalikan keadaan seperti sebelum terjadi penyimpangan. Upaya ini dapat dilakukan melalui pemberian hukuman, sanksi, nasehat atau penyuluhan. Contohnya pelaku pencurian tertangkap dan diadili lalu dihukum penjara. Contoh lainnya adalah murid yang terbukti mencontek sewaktu ujian di keluarkan dari sekolah.

Dalam upaya melakukan pengendalian sosial ada berbagai cara yang dilakukan oleh masyarakat yaitu :

  1. Cara pengendalian Sosial persuasif adalah pengendalian sosial yang dilakukan tanpa kekerasan misalnya melalui cara mengajak, menasehati atau membimbing anggota masyarakat agar bertindak sesuai dengan nilai dan norma masyarakat. Cara ini dilakukan melalui lisan atau simbolik. Contoh pengendalian sosial melalui lisan yaitu dengan mengajak orang menaati nilai dan norma dengan berbicara langsung menggunakan bahasa lisan, sedang pengendalian secara simbolik dapat menggunakan tulisan, spanduk dan iklan layanan masyarakat. Contoh pengendalian sosial persuasif secara lisan adalah seorang ibu menasehati anaknya yang akan pergi ke sekolah agar tidak terlibat tawuran atau melakukan perbuatan yang tidak sesuai nilai dan norma. Sedang contoh cara pengendalian sosial simbolik misalnya pemda DKI Jakarta menghimbau masyarakat agar menjaga kebersihan lingkungan, cara yang dilakukan pemda DKI dengan memasang spanduk di tempat tertentu yang dapat dibaca oleh masyarakat.                                                                                                                                                            

  2. Cara pengendalian Sosial koersif adalah pengendalian sosial yang dilakukan dengan menggunakan paksaan atau kekerasan, baik secara kekerasan fisik atau pun psikis. Contoh pengendalian sosial koersif adalah penertiban pedagang kakilima di trotoar jalan yang dilakukan oleh satuan polisi pamong praja atau Satpol PP dengan cara membongkar dan merusak tempat berniaga dan mengangkut barang-barang milik pedagang. Sehingga timbul kerusuhan bahkan ada yang menimbulkan korban jiwa. Contoh lain pengendalian sosial dengan cara koersif adalah hukuman penjara, denda, pengusiran atau pengucilan. Pengendalian sosial koersif sebaiknya merupakan langkah terakhir yang digunakan untuk mengendalikan perilaku menyimpang karena seringkali menimbulkan reaksi negatif.

  3. Cara pengendalian sosial melalui sosialisasi adalah pengendalian sosial yang dilakukan dengan menciptakan kebiasaan-kebiasaan, menanamkan nilai dan norma sejak dini. Jika nilai dan norma sosial sudah menginternal dalam diri maka individu akan berperilaku sesuai keinginan masyarakat. Menurut Fromm, jika suatu masyarakat ingin berfungsi efektif para anggota masyarakat harus berperilaku sesuai dengan nilai dan norma sosial yang mengatur pola hidup dalam masyarakat tersebut. Contoh sejak kecil seorang anak diajarkan keluarganya untuk meminta ijin jika akan memakai benda milik orang lain walau pun termasuk anggota keluarga. Jika tidak diijinkan tidak boleh dilanggar. Penanaman nilai seperti ini jika sudah terinternalisasi akan membuat anak tumbuh menjadi anak yang tidak akan menggunakan apalagi mengambil benda tanpa ijin pemiliknya.
  4. Cara pengendalian sosial melalui tekanan sosial adalah pengendalian sosial yang dipakai oleh masyarakat untuk mengendalikan tingkah laku anggota masyarakat agar berperilaku sama dengan masyarakat dimana individu hidup. Paksaan bisa berupa ejekan, ditertawakan atau diperbincangkan secara terus menerus. Lapiere melihat pengendalian sosial sebagai suatu proses yang lahir dari kebutuhan individu agar diterima ke dalam suatu kelompok. Untuk dapat diterima dalam suatu kelompok, individu kan selalu berusaha mengikuti nilai dan norma yang berlaku di dalam kelompok itu.

Fungsi Lembaga Pengendalian Sosial

Setelah mempelajari cara melakukan pengendalian sosial tentu anda ingin mengetahui lembaga sosial mana yang diberi wewenang untuk mengawasi, mengendalikan dan menyadarkan perilaku masyarakat. Serta apa saja fungsi lembaga pengendalian sosial tersebut? Di Indonesia lembaga-lembaga pengendalian sosial yang diakui di antaranya adalah :

  1. Kepolisian. Kepolisian merupakan lembaga yang dibentuk untuk memelihara keamanan dan ketertiban serta mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang anggota masyarakat sehingga tercipta ketertiban. Fungsi kepolisian dijalankan oleh aparaturnya yang disebut polisi. Untuk mendukung fungsi dan tugasnya polisi diberi hak untuk melakukan penyidikan terhadap berbagai jenis kejahatan dan menerima laporan tentang gangguan ketertiban masyarakat. Hasil penyidikan dibawa ke kejaksaan untuk diproses lebih lanjut. Lembaga pengendalian kepolisian merupakan lembaga yang bersifat formal dan berlaku universal untuk seluruh warga negara. Dapat ditemui pada masyarakat modern.

  2. Pengadilan. Pengadilan merupakan lembaga pengendalian yang berhak memberi sanksi tegas kepada siapapun yang terbukti bersalah. Para pelaku pelanggar hukum dapat dikenakan sanksi berupa denda, uang, hukuman, kurungan atau penjara. Lembaga pengendalian sosial ini memiliki unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lain yaitu hakim, jaksa, pengacara, polisi dan panitera, mereka bersama-sama menyelenggarakan pengadilan terhadap pihak yang diduga atau dituduh bersalah. Jaksa bertugas menuntut pelaku yang diduga melakukan penyimpangan untuk dijatuhi hukuman sesuai peraturan yang berlaku. Pengacara atau pembela bertugas mendampingi pelaku yang dianggap melakukan penyimpangan dalam pembelaan. Hakim bertugas menetapkan dan memutuskan berdasarkan data dari jaksa dan pengacara. Lembaga pengendalian sosial pengadilan dapat ditemui pada masyarakat modern, bersifat formal dan berlaku universal bagi seluruh masyarakat. Keputusannya bersifat tegas dan mengikat.

  3. Adat Lembaga adat merupakan pengendalian sosial pada masyarakat tradisional. Adat berisi nilai-nilai, norma-norma yang dipahami, diakui dan dipelihara terus menerus oleh masyarakat dimana adat tersebut berada. Lembaga adat mengatur perilaku anggota masyarakat agar tidak melakukan perilaku menyimpang. Pelaku penyimpangan sosial akan dihukum seperti: ditegur, dikenakan denda atau sanksi, dikucilkan atau diusir dari lingkungan masyarakatnya. Pihak yang berperan dalam pengendalian ini adalah ketua adat. Berbeda dengan kepolisian dan pengadilan, lembaga pengendalian sosial adat bersifat setempat berlaku untuk warga masyarakat dimana adat tersebut hidup. Sebelum masyarakat mengenal lembaga pengendalian sosial kepolisian dan pengadilan, lembaga pengendalian sosial adat sudah terlebih dahulu ada untuk mengendalikan perilaku anggota masyarakatnya. Walaupun tidak bersifat formal, lembaga pengendalian ini lebih kuat mengikat masyarakat karena sudah mendarah daging melalui proses sosialisasi.

  4. Tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat adalah orang-orang yang memiliki pengaruh pada masyarakat. Tokoh masyarakat ada yang bersifat formal dan informal. Tokoh yang bersifat formal adalah yang diangkat dan dipilih oleh lembaga negara dan bersifat struktural. Contohnya : camat, lurah atau anggota dewan perwakilan rakyat. Tokoh masyarakat yang bersifat informal adalah tokoh yang diakui oleh masyarakat karena orang tersebut dipandang pantas menjadi pemimpin dan panutan yang disegani. Misalnya tokoh agama, ulama, pendeta, biksu, dan kiai. Pengendalian sosial yang dilakukan tokoh agama terutama ditujukan untuk perilaku menyimpang dari sudut nilai dan norma agama. Umumnya menggunakan pengendalian sosial dilakukan dengan cara persuasif. Pada peristiwa tertentu kekuatan pengendalian sosial tokoh masyarakat dapat lebih kuat dari pengendalian sosial lainnya.

Selain lembaga pengendalian sosial tersebut masih ada lembaga pengendalian sosial lain yaitu keluarga dan sekolah. Hanya saja lembaga-lembaga ini berlaku hanya untuk anggota keluarga dan warga sekolah saja sehingga tidak bisa digunakan untuk masyarakat yang lebih luas. Mengapa demikian ? karena selain menggunakan nilai dan norma yang berlaku dimasyarakat di mana individu tinggal, kedua lembaga pengendalian sosial ini menggunakan nilai dan norma khusus yang hanya berlaku bagi anggota keluarga atau warga sekolah saja. Misalnya, setiap sekolah memiliki norma menggunakan seragam yang menutup aurat akan tetapi pada hari-hari tertentu seragam yang digunakan berbeda karena mereka menggunakan batik ciri khas sekolah masing-masing.
Selain pengendalian sosial yang bersifat formal ada beberapa pengendalian sosial yang bersifat informal tetapi efektif untuk menyadarkan anggota masyarakat dari perilaku menyimpang misalnya, gosip, celaan atau kritik sosial.
Gosip (desas-desus) merupakan informasi yang menyebar secara cepat walaupun informasinya belum tentu benar yang terpenting membuat orang sadar untuk mematuhi nilai dan norma sosial. Awalnya gosip disebarkan secara tertutup kemudian menyebar luas.

Celaan merupakan tindakan kritikan atau tuduhan terhadap suatu pandangan, sikap, perilaku yang tidak sesuai atau tidak sepandangan dengan perilaku masyarakat pada umumnya.
Kritik sosial merupakan tanggapan yang ditujukan pada satu hal yang terjadi di masyarakat manakala terdapat sebuah konfrontasi dengan realitas berupa kepincangan atau kebobrokan. Berbeda dengan gosip yang informasinya belum tentu benar, kritik sosial mengambarkan keadaan yang informasinya benar. Dapat disampaikan secara langsung atau melalui tulisan.
Jika lembaga pengendalian sosial berjalan sesuai dengan fungsinya maka masyarakat dapat merasakan dampak positifnya. Kehidupan bermasyarakat yang aman, nyaman, tentram dan tertib. Semua anggota masyarakat melaksanakan nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Sedangkan jika lembaga sosial tidak dapat menjalankan fungsinya hal-hal di atas tidak akan tercapai, masyarakat akan merasa resah dan tidak tenang bahkan bisa main hakim sendiri jika menemukan pelaku perilaku menyimpang. Misalnya perilaku main hakim sendiri dengan cara membakar maling yang tertangkap atau melempari, dengan batu, rumah pelaku pornografi.